Sabtu, 13 November 2010

respirasi dispress syndrome

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan , keadaan pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan atau perut.
Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu.
Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature.
Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory disstess syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispeu atau hiperpneu. Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu, tindakannya disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah, 1999).
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS dan kelainan ini merupakanpenyebab utama kematian bayi prematur.
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian RDS.
2. Untuk mengetahui penyebab RDS.
3. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbukhan oleh RDS pada Neonatus dan juga perjalanan penyakit tersebut.
4. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dan perawatan pada bayi dengan RDS.
5. Untuk memenuhi tugas praktek Program Profesi Ners Stase Keperawatan Anak.
1.3 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa praktikan dalam penetalaksanaan RDS pada Neonatus.
2. Sebagai bahan masukan bagi lahan praktek untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penatalaksanaan kegawatan nafas pada Neonatus.
3. Sebagai sumber reperensi untuk kemajuan perkembangan ilmu Keperawatan, khususnya Keperawatan anak.
1.4 METODE PENULISAN
Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur yaitu mengambil referensi dari berbagai sumber yang sesuai dengan topik penulisan berdasarkan kaidah ilmiah yang berlaku.
2. Studi kasus yaitu aplikasi materi yang didapat dan langsung dipraktekan terhadap kasus yang sesuai pada topik penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORITS
1.1 DEFINISI
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
2.2 PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
2.2.1 Pathway
3.3 GAMBARAN KLINIS
RDS mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan 15 %.
 Muntah (-)
 Bayi dapat minum dengan baik 7. Observasi intake dan output.
8. Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.
9. Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.
10. Pasang NGT bila diperlukan
11. Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi.
12. Timbang BB tiap hari.
13. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
14. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi
4. Kecemasan Ortu b.d kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….Kecemasan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
 Orang tua mengerti tujuan yang dilakukan dalam pengobatan therapy.
 Orang tua tampak tenang.
 Orang tua berpartisipasi dalam pengobatan. 1. Jelaskan tentang kondisi bayi.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang2. penyakit dan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan penyakit yang diderita bayi.
3. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi.
4. Berikan support mental.
5. Berikan reinforcement atas pengertian orang tua.
5. Resiko infeksi tali pusat b.d invasi kuman patogen. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..Infeksi tali pusat tidak terjadi.
Kriteria hasil :
 Suhu 36-37 C
 Tali pusat kering dan tidak berbau.
 Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat. 1. Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat memotong tali pusat.
2. Jaga kebersihan daerah tali pusat dan sekitarnya.
3. Mandikan bayi dengan air bersih dan hangat.
4. Observasi adanya perdarahan pada tali pusat.
5. Cuci tali pusat dengan sabun dan segera keringkan bila tali pusat kotor atau terkena feses.
6. Observasi suhu bayi.
6. Devisit volume cairan b.d metabolisme yang meningkat. Volume cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
 Suhu 36-37 C
 Nadi 120-140 x/mnt
 Turgor kulit baik. 1. Observasi suhu dan nadi.
2. Berikan cairan sesuai kebutuhan.
3. Observasi tetesan infus.
4. Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi atau overhidrasi.
5. Kolaborasi pemberian therapy.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas
1. Identitas Bayi
Nama bayi : By. C
Jenis Kedlamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 09 November 2008
Berat Badan Lahir : 2400 gram
APGAR : 4 – 6
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama Ibu : Ny.C Nama Ayah : Tn. D
Umur ibu : 34 tahun Umur ayah : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : POLRI
Alamat : Perumnas Gria Intan
B. Keluhan Utama
Klien sesak nafas disertai dengan sianosis pada ektrimitas pada saat lahir.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi datang diantar keluarga pukul 13.45 WIB, ibu melahirkan di bidan Ny. Hj. I. Bayi lahir pada tanggal 09 November 2008 pukul 16.00 WIB, bayi sianosis,retraksi dinding dada berlebihan, nafas 78 x/ menit, disertai badan panas suhu tubuh 37.7 o C.
D. Riwayat Persalinan
Ibu klien melahirkan di bidan dengan partus normal, usia kehamilan 29 minngu dan ststus kehamilan G3 P3 Ao, ketuban jernih, ketuban pecah dini tidak terjadi. Lama persalinan 2 jam dari pembukaan I sampai keluarnya janin.
E. Riwayat Perinatal (ANC)
Jumlah kunjungan : 2 x
Bidan/Dokter ; Bidan 1x dan dokter 1x
HPHT ; Tidak diketahui, kehamilan baru diketahui pada saat kehamilan 16 minggu, karena pada saat kehamilan masih keluar darah sedikit tiap bulan sampai usia tiga bulan
Kenaikan berat badan : 10 kg
Obat-obatan : Obat penambah darah, imunisasi TT 1 x.
Kehamilan direncanakan: Tidak direncanakan
Status Kehamilan : G3 P3 Ao
F. Pengkajian Fisik
a. Refleks
1. Refleks moro
Refleks moro adalah reflek memeluk pada saat bayi dikejutkan dengan tangan. Pada By. C reflek moro (+) ditandai dengan ketika dikejutkan oleh bunyi yang keras dan tiba – tiba bayi beraksi dengan mengulurkan tangan dan tungkainya serta memanjangkan lehernya.
2. Refleks menggenggam
Reflek menggenggam pada By. C (+) tapi lemah, ditandai dengan membelai telapak tangan, bayi menggenggam tangan gerakan tangan lemah.
3. Refleks menghisap
Reflek menghisap (+) ditandai dengan meletakan tangan pada mulut bayi, bayi menghisap jari, hisapan lemah.
4. Refleks rooting
Reflek rooting (-) ditandai dengan bayi tidak menoleh saat tangan ditempelkan di pipi bayi.
5. Refleks babynsky
Reflek babynsky (+) ditandai dengan menggerakan ujung hammer pada bilateral telapak kaki.
b. Tonus otot
Gerakan bayi sangat lemah tetapi pergerakan bayi aktif ditandai dengan bayi sering menggerek-gerakan tangan dan kakinya.
c. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Letargi
Lingkar kepala : 33 Cm
Lingkar dada : 30 Cm
Panjang badan : 45 Cm
Berat badan : 2400 Gram
Suhu : 37,1 oC
Respiratory : 78 x/menit
Nadi : 154 x/menit
d. Kepala
Bentuk kepala Normochepal, lingkar kepala 33 cm, pertumbuhan rambut merata, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, fontanel anterior masih lunak, sutura sagital datar dan teraba, gambaran wajah simetris terdapat larugo disekitar wajah dan badan.
e. Mata
Mata simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, mata bersih tidak terdapat sekret, mata bisa mengedip, bulu mata tumbuh, reflek kornea (+) reflek terhadap sentuhan, reflek pupil (+) respon terhadap cahaya, replek kedip (+)
f. Telinga
Letak telinga kanan dan kiri simetris, lubang telinga bersih, tidak terdapat serumen, tidak ada lesi, bentuk telinga baik, lunak dan mudah membalik, ( Cartilago car ) baik, terdapat rambut larugo.
g. Hidung
Hidung bentuk simetris, terpasang O2 binasal 2 liter/menit, keadaan hidung bersih tidak terdapat peradangan atau pembengkakan hidung, pernafasan cuping hidung (PCH) (+).
h. Mulut
Bentuk bibir simetris, bibir terdapat bercak putih pada membran mukosa, Stomatitis (-), refleks hisap (+),reflek rooting (-).
i. Dada dan Paru-paru
Dada simetris ( Sama antara kiri dan kanan ), bentuk dada menonjol, PX terlihat jelas, bentuk dada burung ( pektus karinatum) pergerakan dada sama antara dada kiri dan kanan, retraksi dinding dada (+), retraksi dinding epigastrium (+), frekuensi nafas 78 x/menit, mamae bentuk datar, suara nafas rales (+)
j. Jantung
Nadi apikal 154 x/menit, bunyi jantung reguler BT1 + BT2, palapasi nadi brakhialis (+) lemah, radialis (+) lemah, femoralis lemah dan nadi karotis (+)
k. Abdoment
Bentuk abdomen dan cekung pada bagian px, bising usus dapat terdengar 4x/menit, tali pusay belum putus, keadaan kering, tidak terdapat kemerahan, tidak terdapat haluaran nanah, perut diraba lunak, lingkar perut 38 cm tidak ada pembengkakan hepar.
l. Genitalia
Lubang penis terdapat di gland penis, kedua testis dapat teraba pada scrorum.
m. Anus
Anus paten, ditandai dengan bayi sudah BAB, mekonium sudah keluar berwarna hitam dan lembek
n. Punggung
Terdapat banyak rambut larugo, bentuk simetris, tidak terdapat ruam kemerahan atau rush.
o. Ekstrimitas
Ekstrimitas dapat bergerak bebas, ujung jari merah muda/tidak sianosis, CRT dalam waktu 2 detik, jumlah jari komplit, kaki sama panjang, lipatan paha kanan dan kiri simetris, pergerakan aktif
p. Kulit
Warna kulit merah seluruh tubuh, sianosis (-), tidak terdapat tanda lahir, Skin Rush (-), Ikterik (-), turgor kulit jelek, kulit longgar disebabkan karena lemak subkutan berkurang, terdapat larugo.
q. Eliminasi
Eliminasi BAK 6-8 x/hari, BAB 2-4 x/hari
r. Suhu
Suhu tubuh 37,1 oC, Setting Inkubator 32 oC
G. Hubungan Psikososial Orang tua dengan Bayi
a. Budaya
Keluarga klien memiliki budaya sunda, akan tetapi bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa indonesia. Ibu klien pada saat masa kehamilan dan setelah melahirkan tadak ada suatu pantanganan yang dilakukan ibu klien.
b. Agama
Agama yang dianut keluarga klien yaitu agama islam, ibu klien selalu melaksanakan shalat dan berdo’a bagi kesembuhan anaknya.
c. Psikologis
Psikologis ibu klien sangat labil dikarenakan kondisi yang dialami anaknya saat ini, dia selalu menangis hal itu dapat terlihat pada saat ibu klien datang ke RS untuk menjenguk anakanya.
H. Hubungan Orang tua dengan Bayi
Tingkah laku Ibu Anak
Menyentuh
Memeluk
Berbicara
Berkunjung
Memanggil nama
Kontak mata -
-



√ -
-
-

-
-
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 11 November 2008
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Hematologi
 WBC
 RBC
 HGB
 HCT
 PLT
20,4 ……………….
5,91 106/mm3
16,6 L
49,5 L
337 103/mm3
Photo Thorax 11 November 2008
Gambaran :
Cor : besar dan bentuk baik
Pulmo : Infiltrat di perikardia bilateral dengan gambaran air Bronchogram
Air diafraghma baik
Hasil : HMD grade II
J. Therapy
Aminoppillin 2 x 0,2 cc/hari
Ulcumet 2 x 0,15 cc/hari
K. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 Ds : -
Do :
 RR 78 x/menit
 Retraksi dinding dada (+)
 Retraksi dinding efigastrium (+)
 bayi tampak lemah Surfaktan menurun
Fungsi paru menurun
Atelaksasis
Menurunnya ventilator
Co2 meningkat
Perfusi perifer jaringan
Sulfaktan menurun
Gangguan pola nafas
2 Ds : -
Do :
 Reflek hisap lemah
 Retensi lambung 0,5cc
 Bayi puasa.
 Bising usus 4x/mnt
 Bayi tampak lemah Reflek bayi lemah
Bayi puasa
Kebutuhan nutrisi dibatasi
Kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Gangguan kebutuhan nutrisi
3 Ds : -
Do :
 Turgor kulit jelek
 Pada bibir terdapat keputihan pd mukosa bibir
 Bayi sering BAK
 Bayi terpasang infus Reflek bayi lemah
Bayi puasa
Kebutuhan cairan dibatasi
BAB dan Bak sering
Kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan
4 Ds : -
Do :
 Suhu bayi 37,10 C
 Bayi didalam inkubator dengan suhu 320 C
 Bayi tidak menggunakan baju Lapisan lemak subkutan
berkurang matabolisme menurun
Bayi tidak bisa memproduksi panas tubuh sesuai kebutuhan
Panas tubuh mudah hilang
Resiko tinggi hipotermi
Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi
5 Ds : ibu klien mengatakan kapan anaknya bisa pulang.
Do :
 Ibu tampak cemas
 Ibu menangis Anak sakit
Hospitalisasi
Kurangnya pengetahuan
cemas Gangguan rasa aman cemas
L. DIAGNOSA KEPERAWAT
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat sulfaktan dalam tubuh
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3. Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan seringnya BAB dan BAK
4. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
5. Kecemasan ortu berhubungan dengan kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi
M. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NEONATUS DENGAN RDS
Nama : By. C No Medrek : 561148
Umur : 10 Hari Diagnosa : RDS
No Diagnosa Keperawatan Tujuan intervensi Rasional
1
2
3
4
5 Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat sulfaktan dalam tubuh. Ditandai dengan :
Ds : -
Do :
 RR 78 x/menit
 Retraksi dinding dada (+)
 Retraksi dinding efigastrium (+)
 bayi tampak lemah
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Ditandai dengan :
Ds : -
Do :
 Reflek hisap lemah
 Retensi lambung 0,5 cc
 Bayi puasa.
 Bising usus 4x/mnt
 Bayi tampak lemah
Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan seringnya BAB dan BAK. Ditandai dengan :
Ds : -
Do :
 Turgor kulit jelek
 Pada bibir terdapat keputihan pd mukosa bibir
 Bayi sering BAK
 Bayi terpasang infus
Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit. Ditandai dengan :
Ds : -
Do :
 Suhu bayi 37,10 C
 Bayi didalam inkubator dengan suhu 320 C
 Bayi tidak menggunakan baju
Kecemasan ortu berhubungan dengan kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi. Ditandai dengan :
Ds :
Ibu klien mengatakan kapan anaknya bisa pulang.
Do :
 Ibu tampak cemas
 Ibu menangis Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pola nafas dapat teratasi
Tupen :
 RR 60 x/menit
 Sesak (-)
 Sianosis (-)
 Retraksi dinding dada (-)
 Reaksi diafragma (-)
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Tupen :
 Reflek hisap (+)
 Retensi lambung (-)
 Bayi puasa.
 Bising usus 8x/mnt
Tupan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan tidak terjadi.
Tupen :
Tupan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh tetap normal.
Tupen
 Suhu 37 oC
 Bayi tidak kedinginan
Tupan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cemas keluarga klien berkurang
Tupen
 Ibu tidak menangis
 Mimik verbal tidak cemas  Observasi pola nafas
 Observasi TTV
 Monitor SPO2
 Atur posisi semi ekstensi
 Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
 Atur suhu dalam inkubator
 Berikan terapy O2 sesuai dengan kebutuhan
 Kolaborasi pemberian terapy obat Bronchodilator
 Pertahankan pemberian cairan melalui IVFD, Glukosa 10%
 Kaji kesiapan bayi untuk minum
 Retensi cairan lambung
 Berikan minum sesuai jadwal
 Timbang BB
 Kaji turgor kulit
 Pertahankan pemberian cairan IVFD
 Beri minum sesuai jadwal
 Pantau frekuensi BAB + BAK
 Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
 Atur suhu inkubator
 Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
 Kaji tingkat kecemasan
 Berikan penjelasan tentang keadaan klien saat ini
 Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaan
 Anjurkan keluarga untuk tetap mengunjungi bayinya  Mengetahui frekuensi nafas
 Mengetahui keadaan umum bayi
 Mengetahui kadar O2 dalam darah
 Memudahkan paru-paru mengembang saat ekspansi
 Mempertahankan suhu tubuh
 Membantu memenuhi suplai O2
 Membantu kemudahan dalam bernafas
 Obat Bronchodilator berfungsi untuk membuka broncus guna memudahkan dalam pertukaran udara
 Mempertahankan kebutuhan cairan dalam tubuh
 Mengetahui reflek hirup
 Mengetahui cairan lambung dan konsistensinya
 Memberikan cairan tambahan melalui oral
 Mengetahui status nutrisi
 Mengetahui tanda dehidrasi
 Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
 Untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan
 Untuk mengetahui out put tubuh
 Mencegah terjadinya hipotermi
 Menjaga kestabilan suhu tubuh
 Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi
 Mengetahui koping individu
 Meningkatkan pengetahuan orang tua
 Membina hubungan saling percaya
N. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No DX Tgl / hari Implementasi keperawatan Respon hasil
I Selasa
11 Nov 2008
Pukul 14.00 WIB 1. Mengobservasi pola nafas
2. Mengobsevasi TTV
3. Memonitor SPO2
4. Mengatur posisi semi ekstensi
5. Menempatkan bayi pada tempat yang hangat
6. Mengatur suhu dalam inkubator
7. Memberikan terapy O2 sesuai dengan kebutuhan
8. Melakukan kolaborasi pemberian terapy obat Bronchodilator
1. R: klien menangis
H: retraksi dinding dada berlebihan Respirasi : 78 x/menit
2. R : Klien Tampak lemah
H : Suhu: 37. 1 o C
Nadi: 154 x/menit
Respirasi : 78x/menit
3. R : Klien menangis
H : SpO2: 98%
4. R : klien tertidur
H : Posisi kepala semi
ektensi.
5. R : klien tampaklemah
H : lien berada dalam
inkubator
6. R : Suhu inkubator 35 0C
H.: Suhu Bayi 37.1 0C
7. R : Klien menangis pada
saat selang O2
dipasang
H : O2 telah dipasang 1
liter/menit
8. R : Klien menangis kuat
H : Obat bronkodilator
telah diinjek melalui
IV Aminopilin
2 x 0.2cc.
II Selasa 11 November 2008 pukul 15.00 WIB 1. Mempertahankan pemberian cairan melalui IVFD, Glukosa 10%
2. Mengkaji kesiapan bayi untuk minum
3. Meretensi cairan lambung tiap 2 jam
1. R : Klien tampak lemah
H : Kebutuhan cairan
240 cc/hari atau
10tts/menit
2. R : Klien tampak lemah
H : Reflek hisap lemah
3. R : Klien lemah
H : Cairan lambung 0,5
cc berwarna kuning
terang
III 1. Mengkaji turgor kulit
2. Mempertahankan pemberian cairan IVFD sesuai kebutuhan
3. Memantau frekuensi BAB + BAK 1. R : Klien tampak tertidur
H : Turgor kulit jelek
pada saat dicubit
dinding perut kembali
> 1 detik
2. R : Infus telah terpasang
Dextros 10%
H : Kebutuhan cariran
240 cc/hari atau
2tts/menit
3. R : Klien tampak lemah
H : Klien BAB 2-4 x/hari
sebanyak 4 cc dan
BAK 6-8x/hari
sebanyak 6 cc.
IV 1. Menempatkan bayi pada tempat yang hangat
2. Mengatur suhu inkubator
3. Memantau suhu tubuh setiap 2 jam
1. R : Klien tampak lemah
H : Klien sudah berada
pada inkubator
2. H : Suhu inkubatator
35 0C Suhu tubuh
klien 37.1 0C.
3. R : Klien menangis
H : Suhu : 37.1 0C
V 1. Mengkaji tingkat kecemasan
2. Memberikan penjelasan tentang keadaan klien saat ini
3. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaan
4. Menganjurkan keluarga untuk tetap mengunjungi bayinya 1. R : Orang tua klien mau
menjawab pertayaan
perawat
H : Orang tua klien
tampak cemias dan
tingkat
kecemasannya
sedang
2. R : Keluarga bertanya
mengenai keadaan
bayinya
H : Keluarga mengetahui
keadaan bayinya.
3. R : Keluarga mau
mengungkapkan
perasaannya
H : Keluarga khawatir
dengan keadaan
bayinya saat ini dan
berharap bayinya
cepat dibawa pualng
4. H : Orang tua tampak
mengunjungi
bayinya tiap hari
pada pagi dan sore
hari.
I Rabu
12 November 2008
Pukul 14.00 WIB 1. Mengobservasi pola nafas
2. Mengobsevasi TTV
3. Memonitor SPO2
4. Memberikan terapy O2 sesuai dengan kebutuhan
5. Melakukan kolaborasi pemberian terapy obat Bronchodilator
1. R : Klien bergerak aktif
H : Retraksi rongga dada
berkurang Frekuensi
nafas 68x/menit
2. R : Klien menangis
H : Suhu 36.6 0 C
Nadi 140x/menit
Respirasi : 68x/menit
3. R : Klien bergerak aktif
H : SpO2 97 %
4. R : Klien menangis saat
selang 02 dibetulkan
H : O2 tetap terpasang
1 liter/ menit
5. R : Klien menangis saat
obat diinjekan
H : Aminofilin telah
diinjekan sebanyak
0.2 cc per IV.
II Rabu
12 November 2008
Pukul 14.00 WIB 1. Mempertahankan pemberian cairan melalui IVFD, Glukosa 10%
2. Mengkaji kesiapan bayi untuk minum
3. Melepas NGT 1. R : Klien tampak
bergerak aktif
H : Cairan diberikan
melalui Infus,
kebutuhan cairan
264 cc/hari atau 11
tetes/ menit
2. R : Klien berespon saat
jari ditempelkan pada
mulut bayi
H : Replek hisap ada tapi
masih lemah.
3. R : Bayi menangis
H : NGT telah dilepas
III Rabu
12 November 2008
Pukul 14.00 WIB 1. Mengkaji turgor kulit
2. Mempertahankan pemberian cairan IVFD sesuai kebutuhan
3. Memantau frekuensi BAB + BAK 1. R : Bayi bergerak aktif
H : Turgor kulit jelek
2. H : Infusan tetap
terpasang Dextros
10%
3. R : Klien menangis saat
diganti popok
H : Klien BAB dan BAK
IV Rabu
12 November 2008
Pukul 14.00 WIB 1. Menempatkan bayi pada tempat yang hangat
2. Mengatur suhu inkubator
3. Memantau suhu tubuh setiap 2 jam
1. H : Klien berada pada
inkubator.
2. H : Suhu inkubator 34
0C, suhu tubuh klien
6.6 0C
3. H : Suhu tubuh klien
36.6 0C
V Rabu
12 November 2008
Pukul 14.00 WIB 1. Mengkaji tingkat kecemasan
2. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaan
3. Menganjurkan keluarga untuk tetap mengunjungi bayinya 1. R : Keluarga tampak
tenang
H : Kecemasan keluarga
berkurang
2. R : Kelarga tampak
senang dengan
perubahan status
kesehantan bayinya
H : Keluarga menyatakan
senang dan ingin
segera bayinya
dibawa pulang
O. EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi Kepeawatan
1 I Tanggal 13 November 2008/pukul 15.00 WIB
S : -
O : Keadaan Bayi aktif, klien menangis kuat, retraksi
dinding dada sedikit berkurang, nafas cepat
2 x / menit
A : Gangguan pola nafas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I :
o Kaji pola nafas klien
o Observasi TTV tiap 2 jam
o Monitor SpO2 tiap 3 jam
o Atur posisi bayi semiekstensi
o Terapi O2 sesuai kebutuhan
o Kolaborasi pembererian obat bronckodilator sesuai kebutuhan.
2 II Tanggal 13 November 2008/Pukul 15.30
S : -
O : Reflek hisap (+), Klien minum 5 cc/3jam, Minum
menggunakan dot
A : Gangguan kebutuhan nutrisi ; kurang dari
kebutuhan teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
o Tingkatkan frekuensi minum
o Pertahankan cairan infus
3 III Tanggal 13 November 2008/pukul 14.00
S :
O : IVFD terpasang 11 tetes/menit
A : Resiko tinggi kebutuhan cairan ; kurang dari
kebutuhan cairan teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
o Pertahankan cairan infus
4 IV S :
O : Suhu tubuh 37,1 oC, badan bayi hangat, suhu
inkubator 32 oC
A : Resiko tinggi Gangguan termoregulasi
Hypotermoregulasi teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
o Kaji suhu tubuh setiap hari
o Atur suhu inkubator
5 V S : Ibu klien mengatakan senang melihat kondisi
anakanya
O : Ibu klien tersenyum, ibu tidak menangis
A : Gangguan rasa aman cemas teratasi
P : Tingkatkan pengetahuan keluarga
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab pembahasan ini penulis mencoba membahas kasus yang penulis laporkan. Dalam hal ini akan diuraikan pula keterkaitan antara landasan teori dengan asuhan keperawatan secara langsung pada By.C dengan diagnosa medis HMD grade II ( hialin Membran Desease ) yang dirawat diruang NICU RSUD Gunung jati Cirebon.
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan, pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan klien dengan memekai norma-norma kesehatan keluarga maupun social yang merupakan system integritasi ( Nasrul Effendi, 1995 )
Dalam faktor yang mendukung dalam pelaksanaan pengkajian diantaranya, adanya kerja sama yang baik antara penulis dengan pihak keluarga. Kerja sama yang dilakukan melalui komunikasi terapeutik dengan tujuan untuk menjalin rasa saling percaya antara penulis dengan klien, dalam pengkajian ini penulis menggunakan metode observasi dan pemeriksaan fisik.
Untuk menguatkan pengkajian data permasalahan, penulis memperoleh data tambahan atau penunjang yaitu dari hasil pemeriksaan laboratorium hematology dan pemeriksaan foto thoraks dan juga menemukan tanda dan gejala adanya retraksi dinding dada, adanaya pernafasan cuping hidung, pernafasan takipneu, pernafasan lebih dari 60 x/menit. Oleh karena itu diagnosa HMD ini akan dibahas oleh penulis lebih lanjut.
Adanya hasil pengkajian yang dilakukan pada By.C selama 4 hari penulis memunculkan 5 diagnosa, yaitu :
1. Gangguan Pola nafas.
Menurut Carpenito, 2002. Gangguan pola nafas adalah suatu pernyataan kondisi tentang seseorang beresiko mengalami ancaman terhadap system pernafasan baik pada saluran nafas maupun pertukaran gas CO2 dan O2 diantara paru-paru dan system pembuluh darah. Diagnosa ini menjadi prioritas utama karena nafas merupakan suatu kebutuhan utama dalam tubuh. Jika kekurangan suplai O2 dalam tubuh bisa menyebabkan kematian pada jaringan atau yang lebih parah lagi bias menyebabkan kematian secara klinis. Masalah gangguan Pola nafas dapat teratasi pada hari ke 4. setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam ditemukan criteria hasil klien dapat bernafas secara spontan, O2 binasal dilepas, SPO2 100, retraksi dinding dada berkurang.
Intervensi untuk mengatasi masalah :
a. Mengobservasi pola nafas
b. Memonitor saturasi O2
c. Mengatur posisi semi retraksi
d. Memberikan therapy O2 sesuai dengan kebutuhan
e. Memberikan therapy obat bronchodilator
2. Gangguan Kebutuhan Nutrisi
Menurut Carpenito, 2002. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puas mengalami atau beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan tidak adequatnya asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolistik. Diagnosa ini diangkat sebagai diagnosa ke 2 karena kebutuhan nutrisi sangat berperan penting dalam proses tumbuh kembang pada neonatus. Masalah gangguan kebutuhan nutrisi dapat teratasi pada hari ke 3. setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ditemukan criteria hasil klien dapat minum susu 15 cc setiap 2 jam
Intervensi yang dilakukan :
a. Memberikan cairan IVFD
b. Memberikan minum sesuai jadwal
c. Menimbang berat badan
3. Resiko Tinggi gangguan Kebutuhan cairan Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Berdasarkan konsep dari pengkajian yang di peroleh prioritas diagnosa tersebut dirumuskan sebagai diagmosa ke tiga karena menurut penulis diagnosa tersebut hanya merupakan suatu resiko dan belum terjadi secara actual.
Intervesi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa di atas :
a. mempertahankan cairan infus
b. mengkaji intake dan output.
c. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
d. Memberikan minum sesuai dengan jadwal yang diberikan
4. Resiko Tinggi Gangguan Thermoregulasi ; Hipotermi
Pada neonatus pada HMD biasanya terjadi pada bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis dan jaringan lemaknya belum terbentuk dan pengaturan suhu belum sempurna, maka hal ini akan menyebabkan resiko hilangnya panas tubuh
5. Gangguan Rasa Aman Cemas ; Keluarga
Gangguan rasa aman cemas biasanya terjadi pada keluarga dikarenakan melihat kondisi anaknya, hal ini dikarenakan koping individu/keluarga yang labil dan ketidak tahuan tentang kondisi penyakit yang dialami anaknya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
Pada saat pemilihan kasus yang sesuai dengan bahasan di atas, untuk menguatkan pengkajian data permasalahan, penulis memperoleh data tambahan atau penunjang yaitu dari hasil pemeriksaan laboratorium hematology dan pemeriksaan foto thoraks dan juga menemukan tanda dan gejala adanya retraksi dinding dada, adanaya pernafasan cuping hidung, pernafasan takipneu, pernafasan lebih dari 60 x/menit. Oleh karena itu diagnosa RDS ini akan dibahas oleh penulis lebih lanjut yaitu:
6. Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat sulfaktan dalam tubuh
7. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
8. Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan seringnya BAB dan BAK
9. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
10. Kecemasan ortu berhubungan dengan kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi.
a. SARAN
Adapun saran yang penulis tujukan kepada:
i. Mahasiswa Praktek
Seorang mahasiswa praktikan haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari penyakit RDS mengenai pengertian, penyebab, patofisiologi dan penatalaksanaan yang akan di lakukan dan resiko yamg akan mungkin terjadi.
ii. Lahan Praktek
Sebagai bahan masukan bagi lahan praktek untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terama pada penyakit RDS pada Neonatus, guna menurunkan angka kegawatan dan kematian bayi akibat RDS.
iii. Institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan khususnya disiplin ilmu keperawatan anak, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan
http://icoel.wordpress.com/askep-anak-2/askep-anak/respiratory-distress-syndrome/

cerebral palsy pada anak

Memahami Cerebral Palsy
Perasaan Lanneke Alexander campur aduk antara sedih, frustasi, dan putus asa saat tahu putra pertamanya, Anthony, terkena cerebral palsy. Sampai usia enam bulan, dokter masih menyatakan Anthony normal. Gejala kelainan mulai terlihat saat Anthony sering demam dan kejang-kejang. Tak seperti bayi seusianya, Anthony hanya mampu tidur terlentang dan lumpuh total, ia seperti tak punya tulang belakang.
Anthony tidak sendirian. Menurut Dr.Dwi P.Widodo, Sp.A (K), MMed, dari divisi neurologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, jumlah anak Indonesia yang menderita cerebral palsy mencapai seribu anak per satu juta kelahiran.
Cerebral palsy (CP) adalah gangguan kontrol terhadap fungsi motorik karena kerusakan yang terjadi pada otak yang sedang berkembang. “Bisa terjadi saat masih dalam kandungan (75 persen), saat proses kelahiran (5 persen) atau setelah dilahirkan (15 persen),” kata Dwi.
Penyebab CP sampai saat ini belum diketahui, diduga terjadi karena bayi lahir prematur sehingga bagian otak belum berkembang sempurna, bayi yang lahir tidak langsung menangis sehingga otak kekurangan oksigen, atau karena adanya cacat tulang belakang dan pendarahan di otak. “CP merupakan penyakit yang didapat, artinya pada awalnya otak normal, lalu terjadi gangguan, entah itu virus atau bakteri yang menyebabkan radang otak atau penyakit lain, ketika gangguan itu berlalu, otaknya ada yang rusak, nah terjadilah CP,” paparnya.
Empat Tipe
Secara umum CP dikelompokkan dalam empat tipe, yaitu spastic, athetoid, hypotonic, dan tipe kombinasi. Pada tipe spastic atau kaku-kaku, penderita bisa terlalu lemah atau terlalu kaku. Tipe spastic adalah tipe yang paling sering muncul, sekitar 65 persen penderita CP masuk dalam tipe ini.
Athetoid untuk tipe penderita yang tidak bisa mengontrol gerak ototnya, biasanya mereka punya gerakan atau posisi tubuh yang aneh. Kombinasi adalah campuran spastic dan athetoid.
Sedangkan hypotonic untuk anak-anak dengan otot-otot yang sangat lemah sehingga seluruh tubuh selalu terkulai. Biasanya berkembang jadi spastic atau athetoid. CP juga bisa berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental, belajar, penglihatan, pendengaran, maupun bicara.
Ciri-ciri
Gejala CP sudah bisa diketahui saat bayi berusia 3-6 bulan, yakni saat bayi mengalami keterlambatan perkembangan. Menurut Dwi, ciri umum dari anak CP adalah perkembangan motorik yang terlambat, refleks yang seharusnya menghilang tapi masih ada (refleks menggenggam hilang saat bayi berusia 3 bulan), bayi yang berjalan jinjit atau merangkak dengan satu kaki diseret.
“Begitu ada petunjuk keterlambatan, misalnya bayi belum bisa tengkurap atau berguling, segeralah bawa ke dokter untuk pemeriksaan,” ujarnya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter mendeteksi CP pada umumnya melakukan CT-Scan dan MRI untuk mengukur lingkar otak, serta melakukan tes lab untuk menelusuri apakah si ibu memiliki riwayat infeksi seperti toksoplasma atau rubella.
Terapi
Sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan CP. Namun tetap ada harapan untuk mengoptimalkan kemampuan anak CP dan membuatnya mandiri. “Berbeda dengan cedera otak yang lain, ciri khas dari CP adalah kelainannya bersifat permanen non progresif, artinya akan berubah ke arah perbaikan, meski perkembangannya lambat,” katanya.
Terapi yang diberikan pada penderita CP akan disesuaikan dengan usia anak, berat ringan penyakit, serta tergantung pada area otak mana yang rusak. “Meski ada bagian otak yang rusak, namun sel-sel yang bagus akan meng-cover sel-sel yang rusak. Untuk mengoptimalkan bagian otak yang sehat tersebut, perlu diberikan stimulasi agar otak anak berkembang baik,” katanya.
Stimulasi otak secara intensif bisa dilakukan melalui panca indera untuk merangsang perimbangan penyebaran dendrit, yang dikenal dengan istilah compensatory dendrite sprouting. Beberapa orangtua yang memiliki anak penderita CP mengaku berhasil mengoptimalkan kemampuan anaknya lewat metode glenn doman.
Metode glenn doman untuk anak dengan cedera otak berupa patterning (pola) untuk melatih gerakan kaki dan tangan, merayap, merangkak, hingga masking (menghirup oksigen), untuk melatih paru-paru agar membesar. Sejak tahun 1998, lebih dari 1700 anak cedera otak mengalami perbaikan cukup berarti setelah melakukan terapi ini.
Penulis: An

Rabu, 10 November 2010

penyakit stroke

STROKE


Secara umum stroke merupakan gangguan pembuluh darah otak atau gangguan sirkulasi serebral atau juga merupakan gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan.

Stroke merupakan gangguan fungsional otak yang bersifat: fokal dan atau global, akut, berlangsung antara 24 jam atau lebih, disebabkan gangguan aliran darah ke otak, tidak disebabkan karena tumor/infeksi

Penggolongan stroke berdasarkan perjalanan penyakit, dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2. Progresif atau inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat.
3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap

Penggolongan stroke berdasarkan patologi:
1. Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,
2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.

Etiologi
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.

Tanda dan Gejala
Stoke menyebabkan defisit nuurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequate dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental

Faktor resiko
Berbagai faktor risiko terjadinya stroke yaitu risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti: Umur, factor familial dan ras. Adapun faktor risiko yang dapat dikendalikan seperti: hipertensi, penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol tinggi, obesitas, kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol.

Patofisiologi
1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.




penyakit asfiksia

Asfiksia Neonatorum


1. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
2. Etiologi
Faktor ibu
 Cacat bawaan
 Hipoventilasi selama anastesi
 Penyakit jantung sianosis
 Gagal bernafas
 Keracunan CO
 Tekanan darah rendah
 Gangguan kontraksi uterus
 Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Sosial ekonomi rendah
 Hipertensi pada penyakit eklampsia
Faktor janin / neonatorum
 Kompresi umbilikus
 Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
 Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
 Prematur
 Gemeli
 Kelainan congential
 Pemakaian obat anestesi
 Trauma yang terjadi akibat persalinan
Faktor plasenta
 Plasenta tipis
 Plasenta kecil
 Plasenta tidak menempel
 Solusio plasenta
Faktor persalinan
 Partus lama
 Partus tindakan
3. Faktor predisposisi
Faktor dari ibu
 Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
 Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
 Hipertensi pada eklampsia
 Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae
Faktor dari janin
 Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
 Depresi pernafasan karena obat – obatan yang diberikan kepada ibu
 Keruban keruh
4. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
5. Tanda dan gejala
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun
Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah
6. Derajat berat ringannya afiksia
a. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )
b. Asfiksia sedang ( nilai APGAR 4-6 )
c. Asfiksia normal ( nilai APGAR 7-10)
7. Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan
Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi – sungsang tidak ada, artinya akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulisan
8. Pemeriksaan diagnostik
1. Analisa gas darah
2. Penilaian APGAR score
3. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
4. Pengkajian spesifik
5. Elektrolit darah
6. Gula darah
7. Baby gram
8. USG ( Kepala)
9. Penatalaksanaan awal asfiksia
Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering
Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir
Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan:
 Ekstensi kepaladan lehert sedikit lebih brendah dari tubuh bayi
 Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee
Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belumcukup untuk menimbulkan pernafsan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu:
 Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan
 Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.
10. Prinsip dasar resustansi
Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan lemah.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
Manjaga agar sirkulasi darah tetap baik
11. Tindakan
 Pengawasan suhu tubuh
 Pembersihan jalan nafas
 Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
 Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
Asuhan Keperawatan Pada Asfiksia Neonatorum
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
Etiologi
Faktor ibu
 Cacat bawaan
 Hipoventilasi selama anastesi
 Penyakit jantung sianosis
 Gagal bernafas
 Keracunan CO
 Tekanan darah rendah
 Gangguan kontraksi uterus
 Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Sosial ekonomi rendah
 Hipertensi pada penyakit eklampsia
Faktor janin / neonatorum
 Kompresi umbilikus
 Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
 Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
 Prematur
 Gemeli
 Kelainan congential
 Pemakaian obat anestesi
 Trauma yang terjadi akibat persalinan
Faktor plasenta
 Plasenta tipis
 Plasenta kecil
 Plasenta tidak menempel
 Solusio plasenta
Faktor persalinan
 Partus lama
 Partus tindakan
Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
Gejalah klinik
Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan
Manifestasi klinis
1. serangan jantung
2. Periode hemorragis
3. Sianosis dan kongestif
4. Penemuan jalan nafas
Diagnosis
Anamnesis: Gangguan / kesulitan waktu lahir tidak bernafas/menangi
Pemeriksaan fisik
Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada 100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan nafas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Fleksi kuat gerak aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah ektermitas biru Merah seluruh tubuh
Niali 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantuan nilai apgar pada menit ke01 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7, nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resustansi bayi baru lahir dan menetukan prognosis, bukan untuk memulai resustansi karena dimulai 30 detik setelah lahir bila bayitidak menangis ( bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar ).
Pemeriksaan penunjang:
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. laboraturium : Darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Pemeriksaan diagnostic
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
8. Pengkajian spesifik
Komplikasi
Meliputi berbagai organ yaitu:
1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru
3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans
4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh
5. Hematologi: dic
Penatalaksanaan
Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering
Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir
Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan:
 Ekstensi kepaladan lehert sedikit lebih brendah dari tubuh bayi
 Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee
Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belumcukup untuk menimbulkan pernafsan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu:
 Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan
 Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.
Asuhan keperawatan
Pengkajian
1. Pernafasan yang cepat
2. Pernafasan cuping hidung
3. Sianosis
4. Nadi cepat
5. Refleks lemah
6. Warna kulit biru atau pucat
7. Penilain aogar skor menunjukan adanya asfiksia, seperti asfiksia ringan ( 7-10), sedang ( 4-6), dan (0-3)
Diagnosis/ maslah keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Penurunan kardiak out put
3. Intolerensi aktifitas
4. Gangguan perfusi jaringan
5. Resiko tinggi terjadi infeksi
6. Kurangnya pengetahuan
Intervensi keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas :
Monitoring gas darah, mengkaji denyut nadi, monitoring system jantung dan pari ( resustansi ), memberikan O2 yang adekuat
2. Penurunan kardiak out put
Monitoring jantung paru, mengkaji tanda vital, memonitoring perfusi jaringan tiap 2-4 jam, monitor denyut nadi, memonitoring ontake dan out put serta melakukan kolaborasi dalam pemberian vasodilator
3. Intolerensi aktifitas
Menyediakan stimulasi lingkungan yang minimal, menyediakan monitoring jantung paru, mengurangi sentuhan, melakukan kolaborasi analgetiksesuai kondisi, memberikan posisi yang nyaman
4. Gangguan perfusi jaringan
Pemberian diuretic sesuai dengan indikasi, monitor laboraturium urine, pemeriksaan darah
5. resiko tinggi terjadi infeksi

http://kusuma.blog.friendster.com/2008/10/askep-asfiksia/

penyakit asidosis

ASIDOSIS


PENDAHULUAN
Asidosis adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam mengatur keseimbangan asam basa. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi sistem organ tubuh manusia. Gangguan keseimbangan ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu metabolik dan respiratorik. Ginjal dan paru merupakan dua organ yang berperan penting dalam pengaturan keseimbangan ini. ( Siregar P et. al, 2001 )
PATOGENESIS
Pada keadaan Asidosis yang berperan adalah sistem buffer (penyangga) pada referensi ini akan dibahas tentang sistem buffer bikarbonat. Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung bikarbonat yang terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yaitu asam lemak (H2CO3) dan garam bikarbonat seperti NaHCO3.
H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O.
CO2 + H2O <—-> H2CO3
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveol
paru dimana CO2 dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3
H2CO3 berionisasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3-
H2CO3 <—-> H+ + HCO3-
Komponen kedua dari sistem yaitu garam bikarbonat terbentuk secara dominan sebagai Natrium Bicarbonat (NaHO3) dalam cairan ekstraseluler. NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap untuk membentuk ion-ion bicarbonat (HCO3-) dan ion-ion natrium (Na+) sebagai berikut :
NaHCO3 <—-> Na+ + HCO3-
Sekarang dengan semua sistem bersama-sama, kita akan mendapatkan sebagai berikut :
CO2 + H2O <—-> H2CO3 <—-> H+ + HCO3- + Na+
Akibat disosiasi H2CO3 yang lemah, konsentrasi H+ menjadi sangat kuat bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bicarbonat, peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam disangga oleh HCO3 :
H + + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk. Meningkatkan produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari asam kuat HCl, bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat lemah yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk CO2 dan H2O. CO2 yang berlebihan sangat merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO2 dari cairan ekstraseluler. Ini berpengaruh terjadinya asidosis pada tubuh.
ETIOLOGI
Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum seperti :
1. Kegagalan ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang normalnya dibentuk di tubuh.
2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.
3. Penambahan asam metabolik kedalam tubuh melalui makanan
4. Kehilangan basa dari cairan tubuh (faal)
Disini penulis akan sedikit membahas beberapa penyebab yang sering terjadi pada keadaan asidosis metabolik :
- Asidosis di Tubulus Ginjal
Akibat dari gangguan ekresi ion Hidrogen atau reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya. Gangguan reabsorbsi bikarbonat tubulus ginjal menyebabkan hilangnya bicarbonat dalam urine atau ketidakmampuan mekanisme sekresi Hidrogen di tubulus ginjal untuk mencapai keasaman urin yang normal menyebabkan ekresi urin yang alkalis.
- Diare
Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis yang paling sering. Penyebabnya adalah hilangnya sejumlah besar natrium bicarbonat ke dalam feses, sekresi gastrointestinal secara normal mengandung sejumlah besar bicarbonat dan diare ini menyebabkan hilangnya ion bicarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.
- Diabetes Melitus
Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme.Ini terjadi karena adanya pemecahan lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan asidosis metabolik yang berat.
- Penyerapan Asam
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh keracuan asam tertentu antara lain aspirin dan metil alkohol.
- Gagal Ginjal Kronis
Saat fungsi ginjal sangat menurun terdapat pembentukan anion dari asam lemak dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4+ yang mengurangi jumlah bikarbonat.
( Guyton & Hall, 1997 )
Faktor Resiko Asidosis Metabolik ( Defisit HCO3- )
1. Kondisi dimana banyak plasma dengan asam metabolik (Gangguan ginjal, DM)
2. Kondisi tejadi penurunan bikarbonat (diare)
3. Cairan infus yang berlebihan. (NaCl)
4. Napas berbau
5. Napas Kussmaul (dalam dan cepat)
6. Letargi
7. Sakit kepala
8. Kelemahan
9. Disorientasi
Gejala Klinik
¨ Asidosis Respiratorik
Keadaan ini timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO2 hasil metabolisme (keadaan hipoventilasi). Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.
Beberapa masalah respiratorik dibagi berdasarkan sebabnya :
1. Penurunan pernapasan
Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam menstimulus inhalasi dan ekhalasi. Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh melalui zat/agen kimia dan kerusakan fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat terjadi sebagai hasil agen anastesi, obat-obatan (narkotik) dan racun dimana merintangi darah menuju ke otak dan langsung menghalangi depolarisasi. Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit (hiponatrium, hiperkalsemia dan hiperkalami) juga secara lambat menghalangi depolarisasi neural. Akibat neuron respiratorik juga akan mengurangi keadaan fisik. Trauma sebagai hasil langsung kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan hypoksia sampai iskemik yang dapat mengganggu atau menghancurkan kemampuan neuron untuk membangkitkan dan mengirimkan impuls ke otot skeletal yang membantu dalam respirasi. Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak langsung apabila terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial. Meningkatnya tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan, dimana menekan pusat pernapasan (batang otak).
Trauma spinal cord, penyakit tertentu seperti polio adalah sebab yang aktual bagi kerusakan diaxon dan penyakit lain seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre yang mengganggu tranmisi impuls nervous ke otot skeletal)
2. Inadequatnya ekspansi dada
Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga dada sehingga terjadi pernapasan. Beberapa kondisi membatasi ekspansi dada sehingga menghasilkan inadequatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat dan pusat pesan sudah dimulai dan transmisi yang tepat. Beberapa orang mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi pertukaran gas selama periode istirahat sehingga retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun meningkatnya aktivitas atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan permintaan untuk pertukaran gas dimana seseorang tidak dapat memenuhinya, hasilnya acidemia. Tidak adekuatnya ekspansi dada dapat dihasilkan dari trauma skeletal atau deformitas, kelemahan otot respirasi. Masalah skeletal yang membatasi perpindahan pernapasan dalam dinding dada jika terdapat kerusakan tulang atau malformasi tulang yang menyebabkan distorsi dalam fungsi dada. Struktur tulang dada yang tidak berbentuk serasi dapat membentuk deformasi pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru. Deformitas skeletal mungkin congenital: hasil dari kesalahan pertumbuhan tulang ( seperti skoliosis, osteodistropii renal, osteogenesis imperfecta dan syndrom Hurler’s) atau hasil yang tidak seimbang dari degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel kanker).
Kondisi kelemahan otot respirasi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan.
3. Obstruksi jalan napas
Pencegahan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui bagian atas dan bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran gas yang tidak efektif, retensi CO2 dan acidemia. Jalan napas bagian atas dan bawah dapat terobstruksi secara internal dan eksternal. Kondisi eksterna yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang kuat pada daerah leher, pembesaran nodus lympa regional. Sedangkan kondisi internal yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk masuknya benda asing pada saat bernapas, konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada jaringan luminal.
Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui kontriksi otot halus, pembentukan jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan. Kondisi umum yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah yaitu karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi (bronchitis, emphysema dan asma) dan dan masuknya bahan-bahan iritan seperti asap rokok, debu batu bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan beberapa partikel yang mencapai jalan napas bagian bawah.
4. Gangguan difusi alveolar-kapiler
Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan membran kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses difusi karena dapat meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat terjadi pada membran alveolar, membran kapiler atau area diantara keduanya.
Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasikan CO2. Ada beberapa hal yang menyebabkan keadaan asidosis respiratorik yaitu :
- gangguan sentral pada pusat pernapasan.
- penyakit otot-otot bantu pernapasan misal mistenia gravis, sindrom
Guillain- Barre dan akibat obat yang merelaksasi otot.
- gangguan eksfisitas saluran napas seperti fibrosis pulmonal, penyakit
intestinal paru.
- obstruksi (empisema, asma, bronkitis, bronkhiolitis).
Faktor Resiko Asdidosis Respiratorik yang lain :
1. Kondisi paru yang akut dimana merubah O2 atau CO2 pada saat terjadi pertukaran gas di alveolar (seperti pnemonia, edema pulmonar akut, aspirasi pada tubuh luar, tenggelam)
2. Penyakit paru kronik (asma, kista fibrosis atau empisema)
3. Overdosis pada narkotik atau sedatif sehingga menekan tingkat dan kedalaman pernapasan
4. Cidera kepala sehingga mempengaruhi pusat pernapasan.
Tanda Klinik ( Akut )
1. Meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan
2. Pernapasan dangkal.
3. Dyspnea
4. Pusing
5. Convulsi
6. Letargi
Tanda Klinik ( Kronik )
1. Kelemahan
2. Sakit kepala
PENATALAKSANAAN ASIDOSIS
Pengobatan yang paling baik untuk asidosis adalah mengoreksi keadaan yang telah menyebabkan kelainan, seringkali pengobatan ini menjadi sulit terutama pada penyakit kronis yang menyebabkan gangguan fungsi paru atau gagal ginjal.
Untuk menetralkan kelebihan asam sejumlah besar natrium bicarbonat dapat diserap melalui mulut. Natrium bicarbonat diabsorbsi dari traktus gastroinstestinal ke dalam darah dan meningkatkan bagian bicarbonat pada sistem penyangga bicarbonat sehingga meningkatkan pH menuju normal. Natrium bicarbonat dapat juga diberikan secara intravena. Untuk pengobatan asidosis respiratorik dapat diberikan O2 dan juga obat-obatan yang bersifat broncodilator.
Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Metabolik :
1. Monitor nilai Arterial Gas Darah
2. Jika diperintah berikan IV sodium bicarbonat
3. Koreksi masalah pokok yang terjadi.
Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Respiratorik :
1. Perbaiki ventilasi pernapasan ( melakukan dilator bronkial, antibiotik, O2 sesuai perintah.
2. Jaga keadequatan hidrasi (2 – 3 L cairan perhari)
3. hati-hati dalam mengatur ventilator mekanik jika digunakan.
4. Monitor intake dan output cairan, TTV, arteri gas darah dan pH.
PENGUKURAN KLINIS DAN ANALISIS ASIDOSIS
Seseorang dapat membuat diagnosa dari analisis terhadap tiga pengukuran dari suatu contoh darah arterial : pH, konsentrasi bikarbonat plasma dan PCO2.
- Dengan memeriksa pH seseorang dapat menentukan apakah ini bersifat
asidosis jika nilai pH kurang dari 7,4.
- Langkah kedua adalah memeriksa PCO2 plasma dan konsentrasi bicarbonat. Nilai normal untuk PCO2 adalah 40 mmHg dan untuk bicarbonat 24 mEq/L Bila gangguan sudah ditandai sebagai asidisis dan PCO2 plasma meningkat. Oleh karena itu nilai yang diharapkan untuk asidosis respiratorik sederhana adalah penurunan pH plasma, peningkatan PCO2 dan peningkatan konsentrasi bicarbonat plasma setelah kompensasi ginjal sebagian.
Untuk asidosis metabolik akan terdapat juga penurunan pH plasma. Gangguan utama adalah penurunan konsentrasi bicarbonat plasma. Oleh karena itu pada asidosis metabolik, seseorang dapat mengharapkan nilai pH yang rendah. Konsentrasi bicarbonat plasma rendah dan penurunan PCO2 setelah kompensasi respiratorik sebagian.
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/16/asidosis/

penyakit parkinson


Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson (bahasa Inggris: paralysis agitans, Parkinson disease) adalah penyakit degeneratif syaraf yang pertama ditemukan pada tahun 1817 (An Essay on the Shaking Palsy) oleh Dr. James Parkinson.

dengan adanya tremor pada saat beristirahat, kesulitan untuk memulai pergerakan dan kekakuan otot.
Parkinson menyerang sekitar 1 diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia diatas 65 tahun.

Penyebab
Jauh di dalam otak ada sebuah daerah yang disebut ganglia basalis. Jika otak memerintahkan suatu aktivitas (misalnya mengangkat lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia basalis akan membantu menghaluskan gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh. Ganglia basalis mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke talamus, yang akan menyampaikan informasi yang telah diolah kembali ke korteks otak besar.
Keseluruhan sinyal tersebut diantarkan oleh bahan kimia neurotransmiter sebagai impuls listrik di sepanjang jalur saraf dan diantara saraf-saraf. Neurotransmiter yang utama pada ganglia basalis adalah dopamin.
Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit. Penyebab dari kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin biasanya tidak diketahui. Tampaknya faktor genetik tidak memegang peran utama, meskipun penyakit ini cenderung diturunkan.
Kadang penyebabnya diketahui. Pada beberapa kasus, Parkinson merupakan komplikasi yang sangat lanjut dari ensefalitis karena virus (suatu infeksi yang menyebabkan peradangan otak). Kasus lainnya terjadi jika penyakit degeneratif lainnya, obat-obatan atau racun mempengaruhi atau menghalangi kerja dopamin di dalam otak. Misalnya obat anti psikosa yang digunakan untuk mengobati paranoia berat dan skizofrenia menghambat kerja dopamin pada sel saraf.
Gejala
Penyakit Parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan.
Pada banyak penderita, pada mulanya Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika tangan digerakkan secara sengaja dan menghilang selama tidur. Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat tremor. Pada awalnya tremor terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata.
Pada sepertiga penderita, tremor bukan merupakan gejala awal; pada penderita lainnya tremor semakin berkurang sejalan dengan berkembangnya penyakit dan sisanya tidak pernah mengalami tremor.
Penderita mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan terjadi kekakuan otot. Jika lengan bawah ditekuk ke belakang atau diluruskan oleh orang lain, maka gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan imobilitas bisa menyebabkan sakit otot dan kelelahan. Kekakuan dan kesulitan dalam memulai suatu pergerakan bisa menyebabkan berbagai kesulitan. Otot-otot kecil di tangan seringkali mengalami gangguan, sehingga pekerjaan sehari -hari (misalnya mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu) semakin sulit dilakukan.
Penderita mengalami kesulitan dalam melangkah dan seringkali berjalan tertatih-tatih dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan langkahnya. Jika penderita sudah mulai berjalan, mereka mengalami kesulitan untuk berhenti atau berbalik. Langkahnya bertambah cepat sehingga mendorong mereka untuk berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung jatuh ke depan atau ke belakang.
Wajah penderita menjadi kurang ekspresif karena otot-otot wajah untuk membentuk ekspresi tidak bergerak. Kadang berkurangnya ekspresi wajah ini disalah artikan sebagai depresi, walaupun memang banyak penderita Parkinson yang akhirnya mengalami depresi. Pandangan tampak kosong dengan mulut terbuka dan matanya jarang mengedip. Penderita seringkali ileran atau tersedak karena kekakuan pada otot wajah dan tenggorokan menyebabkan kesulitan menelan. Penderita berbicara sangat pelan dan tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan fikirannya. Sebagian besar penderita memiliki intelektual yang normal, tetapi ada juga yang menjadi pikun.
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan gejala-gejalanya.

Pengobatan
Menyusul ditemukannya kinom pada manusia, kinase protein telah menjadi prioritas terpenting kedua pada upaya penyembuhan, oleh karena dapat dimodulasi oleh molekul ligan kecil. Peran kinase pada lintasan molekular neuron terus dipelajari, namun beberapa lintasan utama telah ditemukan. Sebuah protein kinase, CK1 dan CK2, ditemukan memiliki peran yang selama ini belum diketahui, pada patologi molekular dari beberapa kelainan neurogeneratif, seperti Alzheimer, penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotrofik. Pencarian senyawa organik penghambat yang spesifik bekerja pada kedua enzim ini, sekarang telah menjadi tantangan dalam perawatan penyakit tersebut di atas.[1]
Penyakit Parkinson bisa diobati dengan berbagai obat, seperti levodopa, bromokriptin, pergolid, selegilin, antikolinergik (benztropin atau triheksifenidil), antihistamin, anti depresi, propanolol dan amantadin. Tidak satupun dari obat-obat tersebut yang menyembuhkan penyakit atau menghentikan perkembangannya, tetapi obat-obat tersebut menyebabkan penderita lebih mudah melakukan suatu gerakan dan memperpanjang harapan hidup penderita.
Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamin . Obat ini mengurangi tremor dan kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita Parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal dan penderita yang sebelumnya terbaring di tempat tidur menjadi kembali mandiri.
Pengobatan dasar untuk Parkinson adalah levodopa-karbidopa. Penambahan karbidopa dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas levodopa di dalam otak dan untuk mengurangi efek levodopa yang tidak diinginkan di luar otak. Mengkonsumsi levodopa selama bertahun-tahun bisa menyebabkan timbulnya gerakan lidah dan bibir yang tidak dikehendakik, wajah menyeringai, kepala mengangguk-angguk dan lengan serta tungkai berputar-putar. Beberapa ahli percaya bahwa menambahkan atau mengganti levodopa dengan bromokriptin selama tahun-tahun pertama pengobatan bisa menunda munculnya gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki.
Sel-sel saraf penghasil dopamin dari jaringan janin manusia yang dicangkokkan ke dalam otak penderita Parkinson bisa memperbaiki kelainan kimia tetapi belum cukup data mengenai tindakan ini.
Untuk mempertahankan mobilitasnya, penderita dianjurkan untuk tetap melakukan kegiatan sehari-harinya sebanyak mungkin dan mengikuti program latihan secara rutin. Terapi fisik dan pemakaian alat bantu mekanik (misalnya kursi roda) bisa membantu penderita tetap mandiri.
Makanan kaya serat bisa membantu mengatasi sembelit akibat kurangnya aktivitas, dehidrasi dan beberapa obat. Makanan tambahan dan pelunak tinja bisa membantu memperlancar buang air besar. Pemberian makanan harus benar-benar diperhatikan karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan menelan sehingga bisa mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).
Levodopa
Levodopa dikombinasikan dengan karbidopa merupakan pengobatan utama untuk Parkinson Diberikan bersama karbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya Mulai dengan dosis rendah, yg selanjutnya ditingkatkan sampai efek terbesar diperoleh Setelah beberapa tahun digunakan, efektivitasnya bisa berkurang bromokriptin atau pergolid Pada awal pengobatan seringkali ditambahkan pada pemberian levodopa untuk meningkatkan kerja levodopa atau diberikan kemudian ketika efek samping levodopa menimbulkan masalah baru Jarang diberikan sendiri Seleglin Seringkali diberikan sebagai tambahan pada pemakaian levodopa Bisa meningkatkan aktivitas levodopa di otak Obat antikolinergik (benztropin & triheksifenidil), obat anti depresi tertentu, antihistamin (difenhidramin) Pada stadium awal penyakit bisa diberikan tanpa levodopa, pada stadium lanjut diberikan bersamaan dengan levodopa, mulai diberikan dalam dosis rendah Bisa menimbulkan beberapa efek samping Amantadin Digunakan pada stadium awal untuk penyakit yg ringan Pada stadium lanjut diberikan untuk meningkatkan efek levodopa Bisa menjadi tidak efektif setelah beberap bulan digunakan sendiri
Sel punca dewasa
Sel punca dewasa dapat digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson/Parkinson's disease (PD) contohnya adalah sel punca dewasa yang berasal dari sumsum tulang belakang dapat menggantikan sel-sel neuron (saraf) otak yang rusak akibat penyakit Parkinson[2].
Referensi
1. ^ (en) Protein kinases CK1 and CK2 as new targets for neurodegenerative diseases. Instituto de Quimica Medica-CSIC; Perez DI, Gil C, Martinez A.. Diakses pada 7 Juli 2010.
2. ^ Dittmar T, Z̈änker KS. 2009. Stem Cell Biology in Health and Disease. Dordrecht: Springer verlag.

Selasa, 02 November 2010

TENTANG SAYA

nama : Debby pranajaya


Alamat ;jln. pattimura no 9 puuwatu
umur : 21 tahun
TTL : 20 january 1990
KULIAH : STIKES-MW KENDARI 07
JURUSAN KESMAS (KESEHATAN LINGKUNGAN)
AYAH : AMIRUDDIN
PEKERJAAN: PEGAWAI BAPPEDA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
IBU : MINARTIN
PEKERJAAN: KEPALA PERPUSTAKAAN SDN 05 KENDARI
SAUDARA (I): 1. OLAN KRISANDY (ADMINISTRASI NEGARA/UNHALU)
2. AYU AMALIA (SMPN 3 KENDARI)
3. MUH. REYHAN (SDN 05 KENDARI)
NOTEBOOK:
Aq suka ma hal-hal yang membuat penasaran n suka dengan petualangan.....suka ma orang yang mudah diajak keluar jalan-jalan n asik di ajak ngomong....

aq kuliah di stikes mw kendari

KESEHATAN

DEMAM BERDARAH (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER)



Definisi

Demam Dengue, adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot,
sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.

Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue
yang disertai pembesaran hati dan tanda-tanda perdarahan.

Pada keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan
penderita jatuh dalam keadaan syok akibat kebocoran plasma. Keadaan ini
disebut Dengue Shock Syndrome (DSS).


Gejala

Infeksi oleh virus Dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus
nonspesifik sampai perdarahan yang fatal.Gejala Demam Dengue tergantung Pada
umur penderita. Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam Disertai
dengan ruam-ruam pada kulit. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, biasa
dimulai dengan demam ringan atau tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan
berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai dengan sakit kepala hebat, nyeri di
belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik
perdarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik
perdarahan di tenggorokan dan selaput bening mata.

Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, perasaan tidak enak di ulu hati,
nyeri di tulang rusuk kanan atau nyeri di seluruh perut. Kadang-kadang demam
mencapai 40 - 41 derajat C dan terjadi kejang demam pada bayi.

DHF adalah komplikasi serius demam dengue yang dapat mengancam jiwa
penderitanya, ditandai oleh:

a.. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
b.. Tanda-tanda perdarahan
c.. Pembesaran hati
d.. Kadang-kadang disertai syok

Tanda-tanda perdarahan pada DHF dimulai dari tes Torniquet positif dan
bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terlihat di
seluruh anggota gerak, ketiak, wajah, dan gusi. Juga bisa terjadi perdarahan
hidung, gusi dan perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam urin.

Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan :

a.. Derajat 1: demam diikuti gejala tidak khas. Satu-satunya tanda
perdarah-an adalah tes torniquet positif atau mudah memar.
b.. Derajat 2: gejala derajat 1 ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c.. Derajat 3: terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi
yang cepat dan lemah , hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan
penderita gelisah.
d.. Derajat 4: terjadi syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah yang tidak dapat diperiksa.
Fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam
selama 2 - 7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda
gangguan sirkulasi darah. Penderita berkeringat, gelisah, kaki dan tangan
dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi.

Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tak terlihat,
menandakan kebocoran plasma yang ringan. Bila kehilangan plasma hebat, akan
terjadi syok, syok berat dan kema-tian bila tidak segera ditangani.

Pada penderita dengan DSS, kondisi penderita akan cepat memburuk. Ditandai
dengan nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun hingga kurang dari 20 mmHg
atau terjadi hipotensi. Kulit dingin, lembab dan penderita mula-mula terlihat
mengantuk kemudian gelisah.

Bila keadaan ini tidak segera ditangani penderita akan meninggal dalam Waktu
12-24 jam. Dengan pemberian cairan pengganti, kondisi penderita akan dengan
cepat membaik. Pada syok yang berat sekalipun, penderita akan membaik dalam
2-3 hari. Tanda-tanda adanya perbaikan adalah jumlah urine yang cukup dan
kembali nya nafsu makan.


Diagnosa

Pada awal terjadinya demam, DHF sulit dibedakan dengan infeksi lain yang
disebabkan oleh berbagai jenis virus, bakteri atau parasit. Setelah hari
ketiga atau keempat baru pemeriksaan darah dapat membantu diagnosa.

Diagnosa ditegakkan dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah :

a.. Penurunan jumlah trombosit (< 100.000 sel/mm3) b.. Peningkatan konsentrasi sel darah (> 20% di atas rata-rata nilai normal)
c.. Hasil laboratorium semacam ini biasanya ditemukan pada hari ke-3 sampai
hari ke-7.

Pengobatan

Untuk mengatasi demam biasanya diberikan parasetamol. Salisilat tidak
digunakan karena akan memicu perdarahan dan asidosis. Parasetamol diberikan
selama demam masih mencapai 39 derajat C, paling banyak 6 dosis dalm 24 jam.

Kadang-kadang diperlukan obat penenang pada anak-anak yang sangat gelisah.
Kegelisahan ini biasa terjadi karena dehidrasi atau gangguan fungsi hati.

Haus dan dehidrasi merupakan akibat dari demam tinggi, tidak adanya nafsu
makan dan muntah. Untuk mengganti cairan yang hilang harus diberikan cairan
yang cukup melalui mulut atau melalui vena. Cairan yang diminum sebaiknya
mengandung elektrolit seperti oralit. Cairan lain yang biasa digunakan adalah
jus buah-buahan.


Penderita HARUS SEGERA DIRAWAT bila ditemukan gejala-gejala seperti di bawah
ini :

a.. Takikardia, denyut jantung meningkat.
b.. Kulit pucat dan dingin
c.. Denyut nadi melemah
d.. Terjadi perubahan derajat kesadaran, penderita terlihat ngantuk atau
tertidur terus menerus.
e.. Urine sangat sedikit
f.. Peningkatan konsentrasi hematokrit secara tiba-tiba
g.. Tekanan darah menurun hingga kurang dari 20 mmHg

Dengan tanda-tanda tersebut berarti penderita mengalami dehidrasi yang signifi
kan, sehingga diperlukan pengganti cairan secara intravena (infus-red).
Oksigen juga diperlukan pada penderita yang mengalami syok. Transfusi darah
hanya diberikan pada penderita dengan tanda-tanda perdarahan
yang signifikan.


Pencegahan

Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat menangkal virus dengue
dengan berbagai serotipe. Satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian
dengue adalah dengan memerangi nyamuk yang berperan pada penularan virus
dengue. Aedes aegypti berkembang biak terutama di tempat-tempat buatan manusia
seperti wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat lain yang menampung air
hujan. Nyamuk ini menggigit pada siang hari, beristirahat di dalam rumah dan
meletakkan telurnya pada tempat-tempat air bersih tergenang.

Pencegahan dilakukan dengan langkah 3M:

1. Menguras bak air

2. Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk

3. Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air

Ditempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh
larva nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk
selama beberapa minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap beberapa waktu
tertentu.

Ditempat yang sudah terjangkit DHF dilakukan penyemprotan insektisida secara
fogging. Untuk perlindungan yang lebih intensif, orang-orang yang tidur siang
sebaiknya menggunakan kelambu, memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela,
menggunakan semprotan nyamuk di dalam rumah dan obat-obat nyamuk yang
dioleskan.


Terapi dengan TOGA

- Kapsul Buah Makasar 3 x1 kaps/hari

- Kapsul Mimba 3 x 1 Kaps/hari

- Kapsul Sambiloto 3 x 1 Kaps/hari

Fungsi ketiga kapsul diatas adalah untuk menekan perkembangan virus

- Tapak Liman 3 x 1 Kaps/hari

- Juice Jambu Biji Merah

Fungsi kedua bahan diatas adalah untuk meningkatkan kesehatan dan juga
tromboisit darah.

Demikian Sharing dari saya semoga bermanfaat.









Pencegahan Demam Berdarah (DBD)
Artikel - Kesehatan Umum
Wednesday, 03 September 2008 03:58

A. Bagaimana Cara Mencegah DBD ?
• Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya (Aedes Aegypti) harus diberantas ,sebab vacsin untuk pencegahannya belum tersedia
• Cara tepat untuk memberantas nyamuk Aedes Aegypti adalah memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya. CAra ini dikenal sebagai "Gerakan 3M"
• Olehkarena tempat-tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, maka setiap keluarga harus melaksanakan "3M" secara teratur sekuang-kurangnya seminggu sekali
B. Bagaimana Cara melaksanakan "3M" ?
Untuk mencehan penyakit DBD setiap keluarga dianjurkan untuk melaksanakan "3M" di rumah dan halaman masing-masing dengan melibatkan seluruh keluarga, dengan cara sebagai berikut :
1. Menguras bak mandi sekurang-kurangnya 1 minggu sekali
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
3. Mengganti air Vas bunga/tanaman air seminggu sekali
4. Mengganti air tempat minum burung
5. Menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air
6. Menabur bubuk abete atau altosid pada tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau di daerah yang air bersih sulit didapat, sehingga perlu penampungan air hujan
7. Memelihara ikan di tempat-tempat penampungan air
Takaran abate : 1 sendok peres (+ 10 gram) untuk 100 liter air
Takaran altosid : 1/4 sendok peres (+ 2,5 gram) untuk 100 liter














Cara Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue



Bagaimana cara penularan penyakit DBD ?
Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty betina.

• Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang :
o Yang sakit DBD atau
o Yang tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus Dengue (karena orang ini memiliki kekebalan terhadap virus dengue)
o Orang yang mengandung virus dengue tetapi tidak sakit, dapat pergi kemana-mana dan menularkan virus itu kepada orang lain di tempat yang ada nyamuk Aedes Aegypti.
• Virus dengue yang terhisap akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk termasuk kelenjar liurnya.
• Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama air liur nyamuk.
• Bila orang yang ditulari itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak), ia akan segera menderita DBD.
• Nyamuk Aedes Aegypti yang sudah mengandung virus dengue, seumur hidupnya dapat menularkan kepada orang lain.
• Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
• Tanda-tanda Penyakit Demam Berdarah Dengue


Apa tanda-tanda penyakit DBD ?
1. Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu suhu badan antara 38 Cº sampai 40 Cº
2. Tampak bintik-bintik merah pada kulit, seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler dikulit, untuk membedakannya kulit direnggangkan, bila bintik merah itu hilang, berarti bukan tanda penyakit DBD.
3. Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung (mimisan)
4. Akan terjadi muntah darah/berak darah.
5. Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lambung.
6. Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin berkeringat, bila tidak segera ditolong di Rumah Sakit dalam 2-3 hari dapat meninggal dunia.